Contohnya, ada salah seorang warga yang mau membangun rumah. Hal-hal seperti membongkar dinding (papan atau bilik bambu), menurunkan genteng, melepas kerangka rumah, dan memasangnya kembali dikerjakan secara bersuka rela. Saat istirahat tengah hari mereka makan siang beramai-ramai menyantap hidangan sederhara yang sudah disiapakan. Menu yang sering dijumpai yakni nasi brokohan dengan lauk tempe tahu “diopor”. Setelah berhenti sejenak pekerjaan kembali ditunaikan dengan gembira dan tertawa. Wah, pokoknya semua terlihat guyub rukun.
Undangan sambatan pun melalui sistem dari mulut ke mulut. Tidak perlu rapat ataupun panitia. Tuan rumah tinggal minta tolong seseorang, dan orang inilah sebagai duta yang menyampaikan informasi sambatan ke tetanga lainnya.
Dalam perkembangannya, menurut Koentjaraningrat, terdapat pergeseran sistem gotong royong dengan sambatan menjadi sistem upah. Dalam bidang pertanian nampak jelas terjadi pergeseran itu. Sekarang ini warga masyarakat yang terlibat dalam tandur dan derep diberi upah oleh pemilik atau petani penggarap sawah.Pergeseran sistem sambatan dalam pertanian tidak terlepas dari tuntutan hidup di zaman moderen ini, di mana lapangan kerja semakin sempit dan kebutuhan hidup makin tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar